Komoditas kopi memiliki peranan yang penting, diantaranya sebagai penghasil devisa, pendapatan petani, penyedia lapangan kerja, pengembangan wilayah dan konservasi lingkungan. Namun realitasnya komoditas kopi masih menghadapi permasalahan yaitu produksi/produktivitas dan mutu rendah, kondisi tanaman tua/rusak, kelembagaan petani lemah, terbatasnya kemitraan usaha antara petani dengan industri. Berbagai kebijakan pengembangan tanaman kopi telah ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut. Salah satu kebijakan tersebut adalah kebijakan peningkatan produksi dan produktivitas kopi. Kebijakan tersebut diimplementasikan melalui beberapa program, diantaranya program peremajaan tanaman kopi. Salah satu lokasi program tersebut di Kabupaten Garut, karena Kabupaten Garut memiliki potensi pengembangan tanaman kopi yang relatif besar dan potensial. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dampak kebijakan pada program tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan praktek budidaya kopi oleh petani pelaksana program peremajaan tanaman kopi di Kabupaten Garut, menganalisis daya saing usaha tani kopi setelah pelaksanaan program peremajaan tanaman kopi, dan menganalisis dampak kebijakan pengembangan tanaman kopi di Kabupaten Garut. Penelitian ini dilaksanakan di lokasi program peremajaan tanaman kopi di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Jumlah sampel sebanyak 83 orang petani responden pelaksana program Tahun 2019. Pengambilan data langsung di lapangan melalui wawancara menggunakan kuesioner kepada petani responden. Analisis data menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan PAM (Policy Analysis Matrix) dengan bantuan software microsoft excel. Hasil penelitian diketahui bahwa tingkat penerapan praktek budidaya kopi yang baik belum sepenuhnya dipraktekkan oleh petani pelaksana program peremajaan tanaman kopi. Hasil analisis menggunakan PAM diketahui bahwa usaha tani kopi di lokasi penelitian mempunyai daya saing yang tinggi pada tingkat harga privat dan sosial dengan nilai PCR sebesar 0,36 dan DRCR sebesar 0,53. Kebijakan pemerintah terhadap output usaha tani kopi dilihat dari nilai OT dan NPCO. Nilai OT sebesar Rp 0, artinya kebijakan pemerintah tidak memberikan dampak terhadap output usaha tani. Nilai NPCO sebesar 1, artinya kebijakan pemerintah tidak memberikan perlindungan terhadap output usaha tani kopi.
Kebijakan pemerintah terhadap input usaha tani kopi dilihat dari nila IT, FT dan NPCI. Nilai IT sebesar minus Rp 3.126.565,- hal ini menunjukkan adanya subsidi terhadap input tradable usaha tani kopi. Nilai FT sebesar Rp 0,-, hal ini menunjukkan tidak ada subsidi pemerintah terhadap input non tradable usaha tani kopi. Nilai NPCI sebesar 0,59 yang berarti kebijakan pemerintah bersifat protektif terhadap produsen sehingga produsen/petani membayar biaya input lebih rendah. Dampak kebijakan terhadap gabungan input-output dilihat dari nilai EPC, NT, PC dan RSP. Nilai EPC sebesar 1,47 (EPC >1), berarti kebijakan pemerintah melindungi produsen secara efektif. Nilai NT sebesar Rp.3.126.565,- (TB>0), hal ini menunjukkan ada tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah. Nilai PC sebesar 2,00 (PC>1), hal ini menunjukkan kebijakan pemerintah menyebabkant keuntungan yang diterima oleh petani kopi lebih besar bila dibandingkan tidak ada kebijakan. Nilai RSP sebesar 0,22 RSP>0, hal ini menunjukkan kebijakan pemerintah menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi lebih sedikit dari biaya sosialnya.
Kata kunci : Dampak, Kebijakan, Usaha tani, Kopi, Daya saing