Buah belimbing Kota Depok memiliki sejumlah keunggulan sehingga memunculkan banyaknya permintaan akan pasokan. Namun karena adanya keterbatasan kapasitas produksi yang menyebabkan pasokan tidak dapat dilakukan secara kontinu, maka banyak permintaan tidak dapat dipenuhi. Kondisi ini menciptakan peluang untuk meningkatkan daya saing apabila kualitas unggul tersebut dapat dipertahankan hingga produk sampai di tangan konsumen. Kualitas akan dapat dipertahankan jika rantai pasok menerapkan Good Logistic Practices (GLP). Penerapan GLP membutuhkan sumberdaya fisik, modal, pengetahuan dan penguasaan kemampuan teknis dari setiap pelaku usaha di sepanjang rantai pasok. Menilik keterbatasan kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki pelaku usaha belimbing di Kota Depok yang sebagian besar merupakan pengusaha skala mikro dan kecil, penerapan standar diprediksi akan menghadapi kesulitan. Dalam hal ini dibutuhkan peran aktif dari pemerintah dan asosiasi untuk membuat program dan regulasi yang dapat meningkatkan kemampuan pelaku agribisnis belimbing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan rantai pasok buah belimbing di Kota Depok dalam menerapkan Good Logistic Practices (GLP) yang dimulai dari melakukan pemetaan kondisi rantai pasok. Penelitian bersifat kualitatif menggunakan kerangka analisis Food Supply Chain Network (FSCN) dari Van der Voorst. Hasil penelitian memetakan adanya 6 pola rantai pasok belimbing Depok dengan variasi tingkat kesenjangan penerapan GLP antara 55% (terburuk) hingga 37%(terbaik). Observasi dilakukan lebih mendalam pada pola rantai pasok nomor 5, yaitu rantai yang memasok jumlah belimbing paling banyak dibandingkan pola rantai lainnya. Hasil observasi memberikan rekomendasi perbaikan kepada parapihak yang berkepentingan seperti Petani, Pedagang Pengumpul, Pedagang Besar, Supplier, Kelompok Tani, Asosiasi, Pengelola Pasar dan Pemerintah Daerah.
Kata kunci: Rantai Pasok, Belimbing, Kota Depok.